NAMA
KELOMPOK
YENICA
ANGELINA JERMIAS SIMATUPANG
AMALIA
HAPSARI PRANNANDA PUTRI
INTAN
PUSPA SARI
NOVITA
KUSUMADEWI
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UPN VETERAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN
2014/2015
PROBLEM
KEAMANAN TERORISME DI INDONESIA
Terorisme yang bersifat
internasional merupakan kejahatan yang terorganisasi, sehingga pemerintah dan
bangsa Indonesia wajib meningkatkan kewaspadaan dan bekerja sama memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pemberantasan tindak pidana terorisme di
Indonesia tidak semata-mata merupakan masalah hukum dan penegakan hukum
melainkan juga merupakan masalah sosial, budaya, ekonomi yang berkaitan erat
dengan masalah ketahanan bangsa sehingga kebijakan dan langkah pencegahan dan pemberantasannyapun
ditujukan untuk memelihara keseimbangan dalam kewajiban melindungi kedaulatan
negara, hak asasi korban dan saksi, serta hak asasi tersangka/terdakwa[1]
Kata “teroris”(pelaku) dan terorisme
(aksi) berasal dari kata latin’terrere’ yang kurang
lebih berarti membuat gemetar atau
menggetarkan. Kata ‘teror’ juga bisa menimbulkan kengerian. Tentu saja,
kengerian dihati dan pikiran korbannya. Akan tetapi, hingga kini tidak ada
defenisi terorisme yang bisa diterima secara universal. Pada dasarnya, istilah
“terorisme” merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat
sensitive karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan
terhadap orang-orang yang tidak berdosa. Untuk memahami makna terorisme lebih
jauh dan mendalam, kiranya perlu dikaji terlebih dahulu terorisme yang
dikemukakan baik oleh beberapa lembaga maupun beberapa pakar ahli, yaitu :
a.Terorisme Act 2000, UK., Terorisme
mengandung arti sebagai penggunaan atau
ancaman tindakan, dengan ciri-ciri :
1. Aksi
yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang , kerugian berat terhadap
harta benda,membahayakan kehidupan seseorang, bukan kehidupan orang yang
melakukan tindakan,menciptakan resiko serius bagi kesehatan atau keselamatan
publik atau bagi tertentu yang didesain secara serius untuk campur tangan atau
menggangu system elektronik;
2. Penggunaan atau ancaman didesain
untuk mempengaruhi pemerintah atau untuk mengintimidasi publik atau bagian
tertentu dari publik;
3. Penggunaan atau ancaman dibuat
dengan tujuan politik, agama, atau ideology;
4. Penggunaan atau ancaman yang
masuk dalam subseksi yang melibatkan senjata api dan bahan peledak.
b.Menurut Konvensi PBB, Terorisme
adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada Negara
dengan maksud menciptakan bentuk teror tehadap orang-orang tertntu atau
kelompok orang atau masyarakat luas.
c.Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
Terorisme adalah penggunaan kekerasan atau
ancaman untuk menurunkan semangat,
menakut-nakuti dan menakutkan terutama untuk tujuan politik.
d.Dalam UU No. 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bahwa terorisme adalah perbuatan melawan
hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan
Negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan
kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa
tacit terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek
vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral,
peradaban, rahasia Negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian,
teknologi, perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas internasional.[2]
Sedangkan berbagai pendapat dan
pandangan mengenai pengertian yang berkaitan dengn terorisme diatas dapat
ditarik kesimpulan, bahwasanya terorisme adalah kekerasan terorganisir, menempatkan
kekerasan sebagai kesadaran, metode berpikir sekaligus alat pencapaian tujuan. Dari
berbagai pengertian diatas, menurut pendapat para ahli bahwasanya kegiatan
terorisme tidak akan pernah dibenarkan karena ciri utamanya, yaitu :
1.Aksi yang digunakan menggunakan
cara kekerasan dan ancaman untuk menciptakan ketakutan publik;
2.Ditujukan kepada Negara,
masyarakat atau individu atau kelompok masyarakat tertentu;
3.Memerintah anggota-anggotanya
dengan cara teror juga;
4.Melakukan kekerasan dengan maksud
untuk mendapat dukungan dengan cara yang sistematis dan terorganisir. Sedangkan
terdapat perbedaannya yaitu mengenai tujuan daripada gerakan
terorisme bahwasanya ada yang
mengecualikan selain dari tindakan pidana politik, tindak pidana yang berkaitan
dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik, dan juga
seperti yang ada dalam perpu terorisme yang telah berubah menjadi undang-undang.
Dari berbagai pengertian tersebut semua memasukkan apa yang disebut dengan
unsure kekerasan. [3]
ISIS
adalah kelompok ekstremis yang mengikuti ideologi garis keras Al-Qaidah dan menyimpang dari prinsip-prinsip jihad. Seperti al-Qaeda dan banyak kelompok jihad modern lainnya, ISIS muncul
dari ideologi Ikhwanul
Muslimin, kelompok
Islam pertama di dunia pada tahun 1920-an di Mesir. ISIS mengikuti
ekstrim anti-Barat yang menurutnya sebagai penafsiran Islam, mempromosikan
kekerasan agama dan menganggap mereka yang tidak setuju dengan tafsirannya
sebagai kafir dan murtad. Secara bersamaan, ISIS (sekarang IS) bertujuan untuk
mendirikan negara Islam Salafi yang berorientasi di Irak, Suriah dan
bagian lain dari Syam.
Ideologi
ISIS berasal dari cabang Islam modern yang bertujuan untuk kembali ke masa-masa
awal Islam, menolak "inovasi" dalam agama yang mereka percaya telah
"korup" dari semangat aslinya. Mereka mengutuk kekhalifahan terakhir
dan kekaisaran Utsmaniyah (Ottoman Empire; sekarang Republik Turki) karena
menyimpang dari apa yang mereka sebut sebagai Islam murni dan karenanya telah
berusaha untuk membangun kekhalifahan sendiri. Namun, ada beberapa komentator
Sunni, Zaid Hamid, misalnya, dan bahkan Salafi dan mufti jihad seperti Adnan al-Aroor dan Abu Basir al-Tartusi, yang mengatakan bahwa ISIS dan kelompok teroris yang
terkait tidak mempresentasikan Sunni sama sekali, tapi menuduh Khawarij bidah yang melayani agenda kekaisaran
anti-Islam
Salafi
seperti ISIS percaya bahwa hanya otoritas yang sah dapat melakukan kepemimpinan
jihad, dan bahwa prioritas pertama atas pertempuran di daerah lain, seperti
berperang melawan negara-negara non-Muslim, adalah sebagai pemurnian masyarakat
Islam. Misalnya, ketika memandang konflik Israel-Palestina, karena ISIS menganggap kelompok Sunni Palestina Hamas sebagai murtad yang tidak memiliki
kewenangan yang sah untuk memimpin jihad, mereka anggap melawan Hamas sebagai
langkah pertama sebelum menuju konfrontasi dengan Israel.[4]
ISIS
atau Negara Islam Irak Suriah mendapat penolakan atas keberadaannya di
Indonesia. Di mana-mana Masyarakat muslim menolak keberadaan
ISIS ketika anggotanya berusaha menyebarkan paham ISIS. Masyarakat
muslim berupaya bersama-sama dengan aparat kemanan mengantisipasi
perkembangan ISIS lebih besar.[5]
Rafika Aditama, Bandung, hlm. 29-30
[3] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37047/4/Chapter%20I.pdf
diakses pada 4, Januari 2015 pukul 11.05
WIB
[4] Mamouri, Ali (29 July 2014). http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2014/07/islamic-state-fighting-hamas-priority-before-israel.html# Al-Monitor
Diakses 4, Januari 2015 pukul 12.14 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar